Rabu, 16 November 2011

KEMURAHAN HATI


1 Korintus 13:4, "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; .............................."

Berbicara tentang kemurahan hati tidaklah hanya mengenai keuangan atau materi. Tapi ketika kita berbicara tentang murah hati, hal itu bisa juga berarti tentang waktu, tenaga, doa, bahkan senyum yang kita bagikan kepada orang lain.

Mother Teresa sangat terkenal dengan kemurahan hatinya, bukan karena ia kaya dan suka membagi-bagikan uang, namun karena ia rela menyerahkan hidupnya, waktunya, dan tenaganya untuk menolong orang-orang yang sakit kusta di tanah India.
Ia meluangkan waktunya untuk melayani mereka, berbagi kasih dan sukacita, mendoakan mereka, menghibur mereka saat mereka bersedih, dan mendampingi mereka di saat-saat akhir kehidupan mereka.

Apa yang Mother Teresa lakukan juga bisa kita lakukan ditempat kita berada sekarang. Mungkin tanpa kita sadari ada begitu banyak orang disekitar kita yang membutuhkan kasih, penghiburan, sekedar teman bicara, atau doa-doa kita.
Jika kita mau, kita bisa bermurah hati kepada mereka dan meluangkan waktu kita bagi mereka.

Hari ini saya mendorong kita semua untuk memiliki kemurahan hati yang terpancar dengan nyata melalui tindakan kita. Mari jadikan hidup kita menjadi pribadi yang penuh kemurahan hati dan setiap orang di komunitas kita bisa merasakan kemurahan hati kita.
Tuhan memberkati, Amin.

Selasa, 15 November 2011

MENDAMPINGI ORANG SAKIT, MENJELANG AJAL

Dokter perlu memberitahukan kepada pihak keluarga, bahwa pasien sudah tidak memiliki harapan untuk hidup lebih lama lagi. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan keluarga dan pasien itu sendiri. Jika pihak keluarga tidak diberi tahu mengenai keadaan pasien yang sebenarnya dan akhirnya sang pasien meninggal, maka dokter bisa saja disalahkan oleh pihak keluarga. Dokter tidak perlu menutupi keadaan pasien, jika memang yang bersangkutan sudah tidak bisa ditolong. Setelah mendiagnosis dan kelihatannya tidak ada harapan, sebaiknya dokter memberitahukan kebenarannya.

Biasanya, reaksi pertama dari keluarga pasien adalah bingung dan mungkin tidak percaya. Mereka akan mencoba untuk bertanya lagi kepada dokter yang lain atau berobat ke tempat lain. Namun demikian, dokter sebaiknya tetap berusaha menjelaskan hasil pemeriksaan sedetail mungkin, dengan bahasa awam supaya dapat dimengerti.

Di satu sisi, ada keluarga yang memang tidak siap untuk menerima kenyataan seperti itu. Mereka pun berpikir, "Masa suami saya atau istri saya itu harus pergi secepat itu?" Tapi kalau kenyataannya seperti itu, kita harus bisa memberikan penjelasan secara kedokteran atau secara ilmiah. Pasien juga harus diberi tahu karena dia yang memunyai tubuhnya. Dalam kode etik di Indonesia, seharusnya pasien dulu yang berhak tahu. Tapi pada kenyataan atau praktiknya, keluarga yang minta agar si pasien jangan diberi tahu. Dalam kondisi seperti ini, disarankan agar pasien tetap diberi tahu, karena dialah yang memiliki tubuhnya sendiri.

Tentu saja dengan memilih waktu yang tepat, setelah hati si pasien disiapkan, dan dengan pendekatan yang baik.
  1. Sebagai keluarga yang dekat dengan pasien, entah sebagai suami, istri, atau anak, kita terlebih dahulu harus bisa menerima keadaan.
  2. Mengenai obat, biasanya kalau untuk meringankan rasa sakit (penstillen) si pasien pasti mau.
  3. Untuk penyakit yang tergolong berat, kalau bisa pihak keluarga mendampingi sepanjang waktu. Pasien membutuhkan pendampingan terutama dari orang yang dia kasihi dan orang yang paling berarti, terutama pada saat-saat terakhir.
  4. Beberapa cara untuk menolong orang yang menderita penyakit yang makin lama makin parah. Kalau dia orang Kristen, kita tetap bisa mendoakan dengan bersuara, bisa pegang tangannya, menyanyi untuk dia, dan membacakan firman Tuhan untuknya. Jadi, dia masih merasakan bahwa kita ini masih memerhatikan, dengan begitu dia akan dibangkitkan kembali.
  5. Kalau ada anggota keluarga yang koma, mungkin kita sulit menghadapinya. Bagaimana kita berkomunikasi dengan orang yang koma? Sebetulnya kalau jantungnya masih berdetak, kita bisa membisikkan dan mengucapkan sesuatu yang mungkin masih bisa didengarnya atau diresponinya. Saat koma, pasien biasanya tidak bergerak, hanya reaksi pupil terhadap cahaya masih bagus. Tapi kalau jantungnya sudah tidak berdetak, dipasang alat bantu pun percuma. Kalau keadaan pasien sudah makin kritis, biasanya keluarga akan dipanggil untuk hadir, ini sangat berpengaruh pada dirinya. Karena si pasien akan merasakan dia tidak sendiri, bagi orang yang akan meninggal, yang paling sulit itu dia akan meninggalkan dunia ini sendirian. Kita harus mengingat, Tuhan kita adalah Tuhan yang hidup. Meskipun dokter mengatakan tidak ada harapan, kita tetap bersandar penuh pada Tuhan. Jadi, kita harus mencoba yang terbaik yang bisa kita lakukan, meskipun membutuhkan biaya yang banyak untuk merawat orang yang kita kasihi. Ada banyak pasien yang oleh dokter dikatakan tidak ada harapan, tapi sembuh karena Tuhan menyatakan mukjizat.
  6. Kita bisa tahu bahwa pasien itu benar-benar sudah meninggal, misalnya dengan memeriksa nadinya sudah tidak ada, atau dari pupil matanya biasanya kalau sudah meninggal pasti melebar.
Biasanya kalau pasien akan meninggal dunia, seorang dokter Kristen akan mengingatkan kembali tentang Kristus yang mati di kayu salib untuk menebus dosa. Juga berita Injil tentang rumah Bapa di surga.

PERLAWATAN ORANG SAKIT

Orang sakit kerap kali berkeluh kesah, lebih-lebih kalau sakitnya sudah cukup lama. Yang cukup berat, kalau kondisi tubuhnya merosot pelan-pelan. Karena itu, keluh kesah, kekecewaan, putus asa, marah, tidak mau lagi berdoa, menumpuk menjadi satu. Tidak hanya yang sakit yang mengalami hal itu, tetapi juga keluarganya. Kemungkinan besar, mereka pun ikut hanyut dalam situasi itu.

Salah satu bentuk Pelayanan Pastoral kepada mereka yang sedang dalam kelemahan fisik atau sakit adalah melakukan "Perlawatan Pastoral" kepada mereka, baik yang dirawat di rumah maupun di rumah sakit. Inti perlawatan pastoral adalah kita menjadi teman bagi orang yang sedang sakit dan menjadi rekan bagi keluarga pasien. Bantuan-bantuan yang bisa kita berikan adalah sebagai berikut :

1. Kunjungan Penyembuhan.
Maksudnya melakukan suatu fungsi penyembuhan "holistik", dalam bentuk kesediaan kita untuk duduk di samping pasien dan mendengarkan dia mengungkapkan perasaan, keluhan, kemarahannya di hadapan kita. Singkatnya, kita menjadi media katarsis baginya atau tempat "mencurahkan hati" dari berbagai keluh-kesahnya.


2. Penguatan.
Maksudnya mendampingi pasien atau keluarga yang merasa mendapat "beban", supaya mereka tidak mengalami stres berkepanjangan. Misalnya: bagaimana sikap kita saat berhadapan dengan pasien yang menjadi tidak percaya diri pascaamputasi kakinya karena kecelakaan lalu lintas? Setelah amputasi biasanya pasien merasa tidak sempurna/cacat dan tidak bersemangat/bergairah menjalani hidup. Untuk itu, kita harus mendorongnya untuk bangkit lagi supaya tetap memiliki pengharapan. Atau, bagaimana kita harus mendampingi seorang ibu yang dihantui oleh rasa bersalah/berdosa terus-menerus setelah melakukan aborsi, padahal dia melakukannya demi keselamatan nyawanya, karena ia mengidap penyakit lever. Contoh lain: bagaimana kita harus bersikap ketika mendampingi pasien yang mengalami penyakit terminal, yang merasa cemas dalam menjalani hari-harinya dalam ketidakpastian, atau yang ketakutan karena fakta kematian terbentang di hadapannya.

3. Pembimbingan.
Melakukan penelaahan bersama (dengan pasien atau keluarganya) dengan tujuan memahami kasus-kasus yang dialami pasien, yang biasanya tidak ada hubungan dengan rumah sakit sekalipun, tetapi tetap perlu dibantu untuk ditangani. Contoh: konseli yang mengalami perceraian, hamil di luar nikah (dan ingin melakukan aborsi), dll.. Kehadiran kita sangat bermanfaat untuk membantu konseli dalam melihat konsekuensi-konsekuensi untuk mengadakan pertimbangan-pertimbangan moral.

4. Rekonsiliasi (Memperbaiki Hubungan).
Pasien kerap kali memunyai perasaan telah menjadi beban bagi keluarganya, dan keluarga sendiri sering merasa bosan mendengar keluhan tersebut. Akibatnya, terjadi kerenggangan hubungan di antara pasien dan keluarganya. Untuk itu, pelayan perlawatan pastoral berperan sebagai media yang dapat "menyambung hati" antara kedua kubu tersebut. Kasus lain: pasien pengidap TBC, lever, AIDS, dan penyakit kelamin, kerap kali menjadi rendah diri (karena tahu penyakitnya itu termasuk kategori menular atau susah sembuh), maka pelayan perlawatan "Pastoral Care" perlu membantu pasien agar dapat memiliki kepercayaan diri lagi.


KEMAMPUAN MENDENGARKAN :
Syarat utama agar kita dapat menjalankan perlawatan pastoral adalah kemampuan mendengarkan pasien. Berikut ini, enam syarat yang harus dimiliki agar dapat mendengarkan secara efektif.
  1. Menatap wajah lawan bicara sebaik-baiknya. Perlu melakukan kontak mata, supaya orang yang diajak bicara merasa yakin sungguh didengarkan.
  2. Menunjukkan minat. Maksudnya kita nampak antusias terhadap persoalan yang tengah diceriterakannya.
  3. Memberi perhatian terhadap lawan bicara, tidak sibuk sendiri dengan HP atau kegiatan lain. Singkatnya menyingkirkan segenap gangguan yang ada.
  4. Memahami segenap gejolak perasaan yang dialami oleh lawan bicara.
  5. Berempati (memiliki keinginan dan kemauan pendengar untuk berada atau masuk dalam situasi/kondisi yang dialami lawan bicara).
  6. Bersikap sabar, tenang, dan ramah, saat memberikan masukan/umpan balik.
"Lawatan Pastoral" sangat penting sebagai tanda keprihatinan, kasih, dan perhatian kepada anggota dan keluarga yang sedang bergumul itu. Kalau sakit masih agak baru, mungkin banyak orang yang ikut menengok; tetapi kalau sudah cukup lama, semakin jarang orang melawatnya.
Oleh karena itu, gereja sebaiknya memiliki program untuk melawat orang-orang sakit ini. Mereka sangat membutuhkan kasih dan perhatian. Tidak perlu berbicara panjang lebar. Tidak perlu nasihat. Cukup harapan, peneguhan, doa, dan membaca firman Tuhan.

Jumat, 11 November 2011

WAHANA PELAYANAN MISI KASIH

Meningkatnya pembangunan disegala bidang dan akibat krisis yang multi-demensional yang berkepanjangan ini membawa dampak masalah kesejahteraan sosial yang semakin komplek serta menimpa hampir sebagian besar penduduk Indonesia yang komplek dan majemuk.
Berbagai permasalahan sosial selalu dan sering kali tampak menggilas kelangsungan hidup masyarakat Indonesia yang masih belum mapan secara keseluruhan. Untuk itu dalam penangan masalah sosial harus melibatkan partisipasi masyarakat sekitarnya, karena keterbatasan Pemerintah dalam segala hal, antara lain sarana, prasarana, dana dan aparat.

Agar partisipasi masyarakat dapat lebih terarah dan dapat menjangkau lebih banyak populasi permasalahan kesejahteraan sosial, maka perlu dibentuk suatu wadah yang terorganisir dan melembaga, dengan berbagai sebutan antara lain Orsos / LSM atau berbagai sebutan lainnya yang adalah wahana partisipasi masyarakat dalam penanganan bidang kesejahteraan sosial, karena Orsos / LSM dalam pelayanannya bertujuan menanggulangi permasalahan kesejahteraan sosial dan kemanusiaan untuk membantu mewujudkan masyarakat yang sejahtera.

Partisipasi masyarakat dalam keikut sertaannya menangani masalah kesejahteraan sosial telah diberi landasan dalam Pasal 8 UU No.6/1974 (Ketentuan Pokok Kesos) yang berbunyi: “Masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk mengadakan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS)” begitu pula wadah untuk menampung partisipasi masyarakat dalam bidang kesejahteraan sosial diberi landasan dalam Pasal 9 UU No.6/1974, yang berbunyi: “untuk mencapai daya guna dan daya kerja sebesar-besarnya bagi usaha masyarakat dibidang kesejahteraan sosial, yaitu kesejahteraan sosial dan permasalahan organisasi atau lembaga lain yang syarat-syarat dan cara-cara pembentukkannya diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan”
Pengertian tentang Organisasi sosial atau Organisasi Masyarakat dapat dilihat lebih jelas sebagai berikut:

1. Organisasi Sosial ( Orsos )
Ialah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan Usaha Kesejahteraan Masyarakat ( Kep Mensos No.40/Huk/KEP/X/1980 ).

2. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)
Ialah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan profesi, fungsi, agama untuk ikut berperan serta dalam pembangunan ( UU No.8/1985 Tentang Ormas ).

KOMITMEN :
Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.
Setiap orang diantara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangun.”

Manusia dilahirkan dalam kebaikan dan oleh kebaikan. Kebaikan merupakan suatu sifat transendental dari manusia. Manusia dikatakan baik sebab berasal dari kebaikan sempurna yakni Tuhan. Manusia adalah citra dari kebaikan Allah tersebut. Keberadaan manusia terlebih merupakan suatu ekspresi dari kebaikan Allah

IMPLIKASI :
Kita sering mengharapkan Tuhan yang selalu harus turun tangan untuk menyelesaikan
segala masalah, bencana, dan penderitaan.
Tapi satu hal yang harus kita ketahui, Tuhan pun ingin kita bersimpati dan empati pada lingkaran kehidupan kita, Tuhan mau kita ikut turun tangan membantu permasalahan dan penderitaan orang lain.

Sebab tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan.(Roma14:7-8)