Saat ini, kita akan belajar mengasihi orang yang berbeda pendapat dengan kita. Setiap orang bebas berpendapat. Akan tetapi, kita tidak bisa memungkiri bahwa kebebasan tersebut bisa saja menimbulkan perselisihan antarsesama
BEDA PENDAPAT, TIDAK MASALAH
Orang-orang Kristen bisa saja
tidak sependapat. Kadang-kadang kita mengalami perbedaan pendapat dan berusaha
memberikan alasan-alasan untuk membenarkan pendapat kita.
Padahal, beda pendapat, hikmat,
dan prinsip-prinsip alkitabiah dapat merangsang adanya diskusi yang sehat dan
mengarahkan dalam mengambil keputusan-keputusan yang tepat.
Kesulitannya adalah membuat
diskusi tetap bersemangat tanpa bersifat merusak, sebab apabila kita menjadi
marah atau frustrasi, maka kita berdekatan dengan dosa.
Percakapan-percakapan yang merusak
meninggalkan kepahitan dalam suatu hubungan. Tetapi, jika kita memutuskan untuk
saling menghindari, maka kita melanggar perintah-perintah Alkitab.
Setiap kita perlu melatih diri dengan keterampilan ketidak sepakatan yang sehat.
Keterampilan dalam ketidak sepakatan
akan membantu kita hidup dalam keselarasan. Alkitab memberikan kebebasan kepada
setiap individu untuk tidak sepakat dan setiap pihak benar. Allah lebih peduli
pada sikap kita masing-masing terhadap satu sama lain dibandingkan pendapat
kita tentang sebuah masalah.
Menjadi benar dengan cara yang salah bisa saja terjadi.
Oleh sebab itu, dalam
jangkauan-jangkauan di mana Alkitab memberikan kebebasan untuk tidak
sependapat, kita memiliki tanggung jawab untuk tidak sependapat secara ikhlas.
Roma 15:1-13 memberikan dua cara untuk tidak sepakat dengan
ikhlas.
Pertama, "Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan
sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya." (ayat 2)
Kedua, "Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti
Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah." (ayat 7)
SALING MENYENANGKAN
Dalam Roma 15:1-6, perintah pertama meletakkan tanggung jawab pada orang
yang kuat. Orang yang kuat harus menyenangkan yang lemah (Roma 15:2). Menyenangkan
seseorang berarti berperilaku dalam cara-cara yang membangun pihak yang lemah
secara rohani.
Coba pikirkan suatu perilaku yang diperdebatkan tetapi Anda kuat dalam
perilaku itu. Lalu tanyakan pada diri Anda, "Apakah aku mau melepaskan?"
Misalnya, ibu mertua Anda berpikir
semua tarian adalah salah, sementara Anda ingin anak perempuan Anda ikut dalam
kursus tari. Siapa yang menyerah? Jika ibu mertua Anda memiliki suatu sikap
farisi, legalistik tentang semua jenis tarian, Anda boleh memilih untuk
mengabaikan pendapatnya.
Yesus pun terkadang mengabaikan
orang-orang Farisi. Salah satu contohnya ketika murid-murid Yesus memungut
bulir-bulir gandum untuk dimakan ketika mereka melewati ladang-ladang gandum
pada hari Sabat (Markus 2:23-28).
Yesus mengetahui ajaran
tradisional yang dianut oleh orang-orang Farisi, namun Ia tidak mengatakan
sesuatu kepada para murid-Nya guna memperingatkan atau menghentikan mereka,
sehingga tidak lagi menyinggung perasaan orang Farisi.
Kadang, Yesus tetap melanjutkan
tugasnya, meskipun bertentangan dengan tradisi dan pendapat legalistik orang
Farisi.
Contoh lain bisa ditemukan di Markus 3:1-6, di mana Yesus memilih
perselisihan-perselisihannya dengan hati-hati.
Yesus memerintahkan agar kita
"mencari kesenangan sesama kita" (Roma
15:2). Sesama di sini berarti
orang-orang Kristen di dekat Anda.
Dalam kasus perbedaan pendapat
antara Anda dan ibu mertua Anda, semua bisa diselesaikan dengan damai. Jika ibu
mertua Anda tinggal di kota lain, Anda bisa membiarkan anak-anak Anda mengikuti
kursus menari, tetapi jika Anda sering menjalin kontak dengan ibu mertua Anda,
jalan terbaik adalah tunduk kepada ibu mertua Anda. Dari hal ini kita melihat
sering kali keputusan-keputusan kita tergantung pada situasi. Keputusan yang
kita ambil dipengaruhi oleh orang yang ada di dekat kita.
Contoh lain, seorang suami mengizinkan dan menganggap wajar jika seorang wanita/istri menggunakan celana panjang ketika mengikuti kebaktian di gereja. Tetapi sang istri tidak sependapat. Siapa yang harus tunduk? Suami ataukah istri? Alkitab menyerahkan tanggung jawab pada suami untuk tunduk pada istrinya supaya dapat menyenangkan istrinya. Sebaliknya, sang istri dibiarkan untuk tidak sepakat dengan suaminya, dan sang suami tidak kecewa jika istrinya memakai rok ke gereja.
Bagaimana jika situasinya berbeda?
Bagaimana jika sang istri berpikir tidak ada salahnya memakai celana panjang ke
gereja dan sang suami berpikir sebaiknya tidak demikian? Jika demikian sang
istri perlu tunduk pada suaminya. Sang istri seharusnya memakai rok guna
menyenangkan suaminya.
Seberapa jauh kita bertindak dalam hal ini? Seberapa banyak kebebasan yang sebaiknya kita tinggalkan demi seseorang yang lain dalam tubuh Kristus? Alkitab memusatkan perhatian pada Yesus Kristus, teladan kita, yang meninggalkan kebebasan-Nya demi kita (Roma 15:3a). Jika Kristus tidak menyenangkan diri-Nya sendiri, maka kita hendaknya mengikuti perintah-Nya. Teladan Kristus dinubuatkan oleh Alkitab dan Alkitab memberikan apa yang kita perlukan (Roma 15:4).
SALING MENERIMA
Saling menerima merupakan kunci
kedua yang Alkitab berikan agar kita mampu untuk tidak bersepakat secara ikhlas
(Roma 15:7-13).
Penerimaan menuntut kasih. Saling
menerima berarti kita memberikan kasih kita yang tulus dan murni.
Ketidaksepakatan terkadang melukai perasaan orang lain. Apabila hal ini
terjadi, meskipun kita terluka, kita harus menunjukkan kasih melalui
tindakan-tindakan kita dan berani mengampuni orang yang berbeda pendapat dengan
kita. Dalam kasus ini, Tuhan Yesus memberikan teladan kepada kita -- Ia
menerima orang Yahudi (Roma 15:8)
dan Kafir (Roma 15:9-12).
Saat ini banyak orang Kristen bersikap seperti orang kafir. Mereka merasa bebas untuk merokok, minum anggur, berdansa, atau memiliki sebuah gambar Yesus di dinding rumah mereka. Apakah Yesus akan menerima orang seperti ini? Ya, Allah menerima orang kafir ini (Roma 14:3b).
Orang "Yahudi" Kristen
yang sangat hati-hati harus belajar menerima orang "kafir", begitu
pula sebaliknya. Mengapa? Sebab "Kristus juga telah menerima kita" (Roma 15:7).
Alkitab tidak menginginkan hal-hal yang meragukan menjadi penghalang untuk kita mengampuni. Orang Kristen harus sepakat bahwa sesuatu diperbolehkan atau benar, tetapi ia diperintahkan supaya mempertahankan sikap bersatu dan menerima orang Kristen lain yang berbeda pendapat dengan dirinya.
Orang-orang Kristen bebas untuk
bekerja pada hari Minggu dan harus mengasihi orang-orang percaya lain di
sekitarnya. Tidak sepakat dengan ikhlas berarti meninggalkan
kebebasan-kebebasan demi orang lain di antara jemaat. Mengapa? Yesus Kristus
menerima mereka apa adanya. Ia tidak menyuruh mereka mengubah pendapat-pendapat
mereka. Beban tanggung jawab ada pada yang kuat supaya berhenti melakukan
hal-hal tersebut yang dirasa salah oleh orang Kristen yang lain.
Kadang, kita merasa sulit mendengar Alkitab berkata kepada kita supaya meninggalkan hal-hal yang kita nikmati demi orang lain.
Kita bertanya-tanya sampai berapa
lama kita harus membatasi kebebasan-kebebasan kita dalam hubungan-hubungan
tertentu. Akankah teman-teman yang lebih lemah menjadi kuat? Apakah kita mampu
menikmati kebebasan-kebebasan kita? Kita memerlukan doa. Kita perlu tahu bahwa
kita berbuat hal yang benar, dan Allah yang akan memberi kita sukacita dan
damai sejahtera pada saat kita meninggalkan kebebasan-kebebasan kita. Kita akan
berlimpah dalam pengharapan hanya oleh kuasa Roh di dalam diri kita, karena
kita berkorban demi orang-orang yang Allah kasihi.
Orang-orang Kristen yang tidak
sepakat sering bertengkar akibat masalah-masalah kecil. Perselisihan mereka
mungkin menyebabkan mereka memaksakan ketegangan-ketegangan dalam hubungan
mereka, sehingga akhirnya mereka merasa tidak nyaman bila saling bertemu.
Bagaimana mereka mengakhiri perselisihan?
Cara yang paling lazim adalah
berpisah. Orang-orang Kristen yang merasa tidak puas kadang membentuk gereja
sendiri di tempat lain. Tindakan menghindar menjadi suatu cara hidup lebih dari
sekadar suatu gaya
manajemen konflik berkala. Pada dasarnya, kecenderungan manusia adalah menghindar;
sementara cara Tuhan adalah menerima.
Apabila kita mengatasi
ketidaksepakatan terhadap masalah-masalah dengan cara kita sendiri lebih
daripada cara Allah, kita sesungguhnya gagal bersepakat secara ikhlas.