Kamis, 12 Februari 2015

Ambisi Yang Tak Terbatas

Amsal 19:21 Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana.

Manusia hidup dengan penuh ambisi.
Ambisi untuk bertahan hidup, ambisi untuk jadi lebih kaya, ambisi untuk lebih berkuasa, maupun ambisi di luar jangkauan duniawi. Ambisi-ambisi tersebut akan selalu ada, karena pada dasarnya, ambisi adalah salah satu kinerja otak manusia yang paling menonjol. Berawal dari kreatifitas manusia untuk menciptakan sebuah keinginan, keinginan yang berada di luar naluriah. Atau, justru terbentuk dari dasar naluriah.

Ambisi identik dengan sesuatu yang berbau dengan persaingan. Jika kita pernah mendengarnya di sekolah atau tempat kerja, kita pasti tahu apa artinya. Namun, ambisi tidak selalu harus merupakan hal yang berujung pada saling menjatuhkan. Manusia pada dasarnya mampu memperbaiki diri, menjadi seorang yang lebih baik, lebih berkuasa, lebih kaya tanpa harus mengorbankan orang lain.
Mempunyai ambisi adalah hal yang lumrah, namun ambisi yang membahayakan orang lain adalah ambisi yang keliru. Manusia pasti akan selalu ingin menjadi yang lebih unggul, lebih baik, atau lebih apapun dari yang lain. Namun, manusia yang lebih dalam segala hal saja pasti pernah mempertanyakan, lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?

Ada banyak contoh sejarah yang menjelaskan bahwa ambisi yang tidak terarah justru berujung pada sebuah petaka. Hitler telah menguasai eropa pada tahun 1941, namun ia ingin menguasai lebih, pasukannya yang besar diarahkan ke Rusia dan justru musim dingin di sana menghancurkan pasukannya. Hal itu juga pernah dialami oleh Napoleon, sekitar seratus dua puluh tahun sebelumnya. Dan banyak lagi contoh-contoh dalam sejarah yang mengindikasikan jika ambisi yang tidak dibarengi dengan unsur lain seperti kesabaran, hanya akan berujung pada sebuah petaka.

Terkadang, kita tidak harus mencari apa yang seharusnya kita miliki, namun mencari apa yang seharusnya kita perbuat. Banyak orang terlahir dengan jalan mereka masing-masing. Seorang dokter yang harus menyelamatkan nyawa pasiennya, seorang ibu yang harus merawat putra putrinya, seorang petani yang dengan susah payah harus mencangkul ladangnya, ataupun seorang penulis yang harus menyebarkan pikiran dan pikiran orang lain.

Seorang yang menjalani hidupnya agar menjadi manusia yang lebih baik adalah sesuatu yang mulia, ambisi yang mungkin paling baik dibandingkan dengan ambisi apapun di dunia. Namun memang hidup membutuhkan ambisi, setiap langkah yang kita lalui membutuhkan ambisi untuk mencapai titik yang lainnya.

Manusia tidak akan pernah bisa hidup tanpa ambisi. Ah, mungkin bisa, namun kita tidak akan pernah bisa mencapai apapun. Yang terpenting bukanlah seberapa tinggi ambisi yang akan kita raih. Namun yang terpenting adalah, seberapa mulai jalan kita mencapai ambisi itu. Ambisi yang besar ataupun ambisi yang kecil, jika saja diperoleh dengan cara yang tidak semestinya, akan menjadi sebuah malapetaka yang panjang. Dan kalaupun tidak, ada orang-orang lain yang akan tersakiti dengan cara kita hidup. Bagi sebagian orang, menyakiti orang lain hanyalah sebuah takdir, namun bagi sebagian orang yang lain, hal tersebut sama saja dengan pelanggaran norma yang tak dapat terlukiskan.


Manusia boleh berencana, tetapi Tuhanlah yang memutuskan. Sekalipun Ambisi kita bisa membuat rencana 1, rencana 2, planing A, planing B, dan seterusnya. Tetapi pada akhirnya kita harus menyerahkan segalanya kepada kehendak Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.